Rabu, 07 Maret 2012

Perjalananku | Burung di Hamparan Sawah

Pada suatu kesempatan ketika dalam perjalanan, pandanganku tertuju pada hamparan sawah yang menguning. Betapa indahnya melihat hamparan padi yang menguning disawah bila musim panen telah tiba. Senyum bahagia terpancar dari wajah-wajah para petani. Tetesan keringat para petani terbayar sudah dengan kerja keras.
Tapi aneh bercampur heran, ada sesuatu yang menyita perhatianku. Aku tidak menemukan orang-orangan sawah dan tali temali yang malang melintang dihamparan sawah tersebut yang dipergunakan untuk mengusir burung yang akan memakan butiran padi. Kujejakkan kaki ke tanah dan menikmati hal yang baru ini dan membuat rasa penasaran.

Belum habis rasa ingin tahuku, kulihat seorang petani paruh baya yang sedang berjalan menuju dangau. Aku menghampirinya dan memulai percakapan.

”Selamat siang, Pak !” dan beliau membalas sapaanku ”Selamat siang juga Nak !”
”Maaf ya Nak, saya mau cuci tangan dulu sebentar dan kita ngobrolnya di dangau saja sambil istirahat biar enak” ujarnya lebih lanjut sambil bergegas ke parit kecil ditepian pematang.

”Baik Pak”
Aku juga ikut cuci tangan di parit sawah yang dialiri air yang sejuk dan bersih bersama bapak itu. Setelah itu kami bergegas dan menaiki tangga dangau, dan Bapak tersebut menuangkan teh manis ke dalam gelas dan singkong rebus.

Damai sekali saat pandangan kuarahkan ke hamparan sawah.
”Silahkan Nak !, hanya teh manis dan singkong rebus saja yang ada !”

Kami lalu menyeruput teh manis dan masing-masing mengambil singkong. ”Enak tenan......”, ucapku.
Lalu aku memulai percakapan ”Sedari tadi saya pandangi hamparan sawah milik bapak ada sesuatu yang mengganjal dihati pak”

Bapak itu tersenyum bijak

”Benar lho pak !!!”
”Biasanya bila padi mulai menguning, para petani pasti akan disibukkan dengan membuat orang-orangan sawah dan membuat tali-temali yang melintang diatas petak-petak sawah yang dipergunakan untuk mengusir burung-burung yang hendak memakan padi, tapi ini sama sekali tidak ada...Bukankah burung musuh para petani ketika musim panen ?”
Senyum kembali menghias di wajah bapak tersebut dan dia memakan ubi singkong kembali.

Sambil mengunyah, dia berkata ”Nak, berapa banyak seekor burung memakan padi ?”

”Apakah mereka membawa kantongan sebagai bekal mereka ?”
”Burung pipit hanya makan seadanya untuk keperluan hidup mereka dan mereka tidak perlu membekali diri mereka dengan kantongan atau lumbung untuk menyimpan makanan. Mereka bukanlah musuh para petani tapi juga makhluk Tuhan yang perlu hidup dan sudah sewajarnyalah kita saling berbagi sesama makhluk Tuhan !!!
Aku semakin penasaran dan dia menangkap rasa penasaranku tersebut.

Lanjutnya dia mengatakan ”.......tanah yang subur sudah memberi kita tempat untuk bercocok tanam demi kehidupan kita juga, bagaimana kalau tidak ?”
Aku mengerti sekarang maksudnya bahwa saling berbagi dengan niat yang tulus dan ikhlas adalah sesuatu yang indah tanpa perlu menghitung untung rugi.




Versi editing “Burung pun Ingin Hidup dari Sawah” pernah dimuat di TobaPulp Digest – Edisi 4|April 2008|Tahun I
Marvell Christian Siregar™

Tidak ada komentar:

Posting Komentar