Dalam perjalananku pada satu kesempatan aku berhenti sejenak di sebuah kedai kopi demi menikmati secangkir kopi panas. Sambil menunggu kopi dibuatkan oleh pemilik warung, aku mendengarkan percakapan dari orang-orang yang juga turut minum kopi. Mereka membicarakan tentang betapa makin sulitnya kehidupan di negeri ini. Harga BBM yang akan naik, korupsi yang merajalela, hukum yang aneh, masalah pilkada sampai masalah impor beras dan pembatasan konsumsi beras. Aku menikmati dan mendengar percakapan tersebut dengan seksama.
”Dek, ini kopinya”, ujar pemilik warung.
”Makasih pak...”, sahutku kembali
Lalu aku mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celanaku dan memasang api untuk menyalakan batang rokokku, dan kemudian menghisapnya perlahan dan membuang asapnya seperti seekor naga yang mengeluarkan api dari mulutnya.
Terbit angan-angan dibenakku mencoba mencari jawaban dari kegundahan anak negeri ini. Bola lampu menyala pertama seakan-akan timbul diubun-ubunku. BBM, yah itu dia ! Dulu bangsa ini termasuk negara pengekspor minyak, karena negara ini juga kaya dengan hasil bumi fosil itu. Namun ironis dengan kondisi sekarang yang menjadi pengimpor minyak dikarenakan belum maksimalnya pengelolaan di negeri kaya ini dan semakin meningkatnya konsumsi pemakaian bahan bakar seiring pertumbuhan kenderaan yang sangat pesat berakibat semakin besarnya subsidi yang ditanggung pemerintah. Aku juga awam apakah semakin banyak mobil berseliweran dan roda dua merupakan indikator kemakmuran suatu negara ? Mungkin ada baiknya di negeri ini perlu pembatasan jumlah kenderaan, selain subsidi dapat ditekan juga dapat mengurangi kemacetan karena ruas jalan tidak bertambah dan mengurangi polusi juga.
Aku menyeruput kopiku dan betapa nikmatnya saat aroma kopi menyentuh hidungku.
Bola lampu kedua kembali menyala, Pilkada adalah inspirasiku berikutnya. Di negeri ini orang berebut untuk menjabat posisi terhormat walau kadang ditempuh dengan cara yang yang tidak hormat. Sering kita mendengar ada pejabat yang baru menjabat sudah tersandung kasus korupsi.......Biang yang satu ini juga turut andil menyengsarakan kehidupan di negeri ini. Uang adalah akar kejahatan, tepat sekali ! Saat benih ketamakan dan kerakusan bersemayam orang berusaha mengambil shortcut. Nilai-nilai reliji yang ditanamkan sejak kecil bagai jejak kaki di tepi pantai saat ombak menghapus jejak itu. Saat masa umbar janji, semua demi masyarakat ! Bermilyar-milyar dana habis digelontorkan demi ambisi.
Rokok kembali kuisap dan membasahi bibirku dengan kopi.
Aku berpikir, mengapa para kandidat pemilihan tidak berpikir andai pada masa kampanye mereka bersatu untuk bersama-sama mendirikan atau memperbaiki gedung-gedung sekolah dari dana kampanye mereka yang bernilai wah itu sehingga akan lebih banyak lagi anak negeri ini yang dapat bersekolah. Sehingga disatu sisi sudah ada dampak yang mereka perbuat yang menyentuh langsung kehidupan. Bandingkan saja apabila masa kampanye berapa banyak kertas-kertas cetakan yang terbuang-buang begitu saja yang artinya juga berapa banyak pohon yang ditebang. Belum lagi menempeli kertas di setiap tempat seperti halte, rumah-rumah, sarana umum yang mengganggu nilai estetika dan juga berapa biaya membersihkannya? Belum lagi pepohonan yang menjerit karena tubuhnya dipaku dengan beraneka slogan-slogan kampanye !
Aku berhenti berangan-angan sejenak sambil melihat keadaan di warung tersebut. Orang semakin ramai dan pembicaraan semakin hangat. Dan aku juga tidak mau kalah mengambil gorpis yang masih hangat dan memasukkannya ke mulut.....
Butiran beras masuk dalam bola lampuku yang ketiga. Negeri ini pernah swasembada beras bahkan pernah mengekspor beras juga. Sehingga dimasa itu orang yang makanan pokoknya bukan beras diajak untuk mengkonversi pola makannya dengan beras. Lahan persawahan yang luas, intensifikasi pertanian, penelitian benih yang bekerja ekstra keras. Namun nasibnya sekarang sama dengan BBM. Lahan persawahan dikonversi menjadi bangunan-bangunan perumahan, kelapa sawit. Para sarjana-sarjana pertanian negeri ini lebih memilih berkarir di kantor daripada harus berpeluh diterpa sinar mentari. Para petani kehilangan lahan garapan akhirnya hijrah ke kota mencari hidup dan nasib sebagai petani tidak menjanjikan. Kita semakin terseret pusaran dan tidak sadar sampai akhirnya suatu ketika kita terhenyak karena tidak melihat beras lagi dilumbung !
Sekarang kita diminta untuk kembali memakan singkong, sagu dan mengurangi mengkonsumsi beras dikarenakan negeri ini salah satu penyumbang penderita penyakit gula terbesar di dunia ! Cukup beralasan, namun apakah tindakan kita melihat pengkonversian lahan sawah dimana-mana menjadi rumah-rumah mewah? Mengapa tidak para petani-petani itu saja yang kita jadikan PNS ? Mengapa para ahli-ahli dan sarjana pertanian tidak lebih diberdayakan. Sejak masih di bangku sekolahan ini guru selalu mengatakan negeri yang agraris namun miris membayangkannya kelak menjadi pengimpor sejati terbesar didunia untuk semua komoditi dan menjadi pengemis di rumah yang mewah.
Negeri ini penuh dengan orang-orang pintar dan sok pintar dari berbagai disiplin ilmu dan beraneka alumni, namun seakan-akan negeri ini berjalan di tempat tanpa pijakan. Kadang ku berfikir apakah semakin banyak orang pintar membuat negeri ini semakin menjauh dari pelabuhan kemakmuran karena keegoisan yang semakin tumbuh menjamur dan merasa paling benar ? Negeri ini tidak perlu banyak orang pintar apalagi sok pintar, tapi negeri ini butuh orang yang cerdik cendekia dan bijaksana serta mau berbuat untuk negeri ini.
Aku menghabiskan kopiku dan membayarnya lalu pergi bergegas berlari-lari kecil karena langit sudah mendung dan sebentar lagi hujan.
“bila kegagalan bagai hujan, dan keberhasilan bagai
matahari, maka butuh keduanya untuk melihat pelangi”
Dimuat di TABLOID GEMMA – Edisi IV│April
2012
Marvell
Christian Siregar™
Bagus blogspot.com nya bisa di-update- setiap hari meskipun sudah link dengan tv-0ne, metro tv. Selamat berkarya (Fadmin P. Malau)
BalasHapusMelihat kondisi masyarakat kita saat ini juga sudah sangat prihatin juga dikarenakan mental dan pemikiran yang begitu sempit dimana di setiap transaksi apa pun itu butuh imbalan dan cenderung memilih jalan pintas. Di sini saya akan coba memberi contoh kecil buat kita semua yang mampir di Blog ini :
Hapus" Seandainya kita minta tolong aja mau dibelikan rokok aja terlihat seorang anak sering kali kita sudah harus memberi uang sogok juga."
" Apa lagi di instansi-instansi pemerintahan yg begitu pelik biokrasinya segala sesuatu urusan kita biar cepat diselesaikan kita selalu memberi sogokan juga."
Ada hal yg paling bobrok di negeri ini dimana masyarakat rela memberikan sogokan ratusan juta agar dapat diterima menjadi PNS padahal menurut pemahaman saya masak " Jadi Abdi Negara Aja kita Harus Menyogok "
Akan Tetapi menurut pemahaman saya negeri ini tidak butuh orang yang cerdik dan bijaksana dan mau berbuat untuk negerinya tetapi ada satu hal lg penulis yang lupa Mungkin Alangkah Baiknya Negeri ini penuh dengan orang JUJUR.
" Orang Pintar dan Bijaksana Banyak tapi Orang JUJUR susah dicari "
Jujur adalah kualitas diri dan tidak perlu disampaikan kepada khalayak, karena bila dikatakan "saya orang jujur" menurut penulis sedikit menunjukkan kearoganan bahwa dirinya orang benar dan patut dipertanyakan kualitas dirinya. Biarlah orang menilai diri kita. Jadilah cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. OK bro, dan sekali lagi tks atas saran dan masukannya.
BalasHapus